Apa itu LIPIA Jakarta?
LIPIA
adalah kepanjangan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab. Nama
resminya Jami`atul Imam Muhammad Ibnu Suud Al-Islamiyah, atau kalau
istilah Inggrisnya, Al-Imam Muhammad Ibnu Suud Islamic University. Tapi
di negeri kita lebih akrab disebut LIPIA saja. LIPIA merupakan cabang dari
Universitas Muhammad Ibnu Su'ud yang berada di Riyadh Arab Saudi.
Awalnya ketika berdiri di tahun 1980, hanya merupakan sebuah ma'had, semacam lembaga kursus bahasa Arab. Namun pada tahun 1987, LIPIA secara resmi membuka program kuliah S-1
dengan fakultas tunggal yaitu Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan
Mazhab. Induk dari lembaga ini sebenarnya adalah sebuah Universitas
Negeri di Riyadh Saudi Arabia, yang bernama Universitas Islam Al-Imam
Muhammad Ibnu Suud. (http://www.imamu.edu.sa/)
Seluruh kurikulum mengacu kepada kurikulum dari Universitas di
Riyadh, termasuk juga kitab-kitab berbahasa Arab yang digunakan dan juga
tenaga pengajarnya. Selain berkebangsaan Saudi Arabia, ada juga yang
datang dari Mesir, Sudan, Palestina, Jordan, Somalia, Iraq dan lainnya.
Umumnya mereka adalah Profesor dan Doktor yang sudah berpengalaman
mengajar di berbagai Universias Islam terkemuka di dunia, seperti
Al-Azhar Mesir dan lainnya.
Dan otomatis semua perkuliahan disampaikan dalam bahasa Arab yang
fushah. Karena dosennya tidak bisa bahasa Indonesia. Dan semua literatur
yang digunakan memang mengacu kepada literatur asli peninggalan emas
para ulama di masa kejayaan Islam.
Namun untuk bisa masuk ke jenjang kuliah S-1, seorang calon mahasiswa
disyaratkan telah lulus beberapa program sebelumnya, yaitu program
persiapan bahasa (i'dad lughawi) dan persiapan Universitas (takmili).
Meski cuma program persiapan bahasa, namun bentuknya kuliah juga,
sama nantinya dengan kuliah S-1. Program persiapan bahasa berjumlah 4
semester atau dua tahun. Perkuliahannya dimulai sejak jam 07.00 s/d
12.00, seminggu 5 hari kerja, dari hari Senin sampai hari Jumat.
Yang menarik, untuk bisa diterima di bangku kuliah persiapan bahasa,
seorang calon mahasiswa harus bersaing dengan calon lainnya. Di zaman
kami dulu, dari dua kelas yang tersedia, sekitar 80 kursi, jumlah yang
memperebutkannya sampai 1.500-an orang. Itu pun harus antri sejak shubuh
untuk sekedar bisa mendapat nomor pendaftaran.
Test yang dilakukan ada dua, test tertulis dan test lisan. Banyak
yang gugur ketika mengikuti test tertulis, karena soalnya ternyata tidak
tertulis melainkan suara kaset berbahasa Arab. Jadi telinga kita harus
peka mendengarkan soal dibacakan dalam bahasa Arab lewat kaset itu. Lalu
jawabanya baru kita isikan di lembar jawaban.
Maka berguguranlah ratusan calon mahasiswa. Yang lulus, namanya akan
terpampang di dinding gedung LIPIA dan harus segera ikut test lisan.
Test lisan lebih gawat lagi. Satu orang calon mahasiwa 'dikeroyok'
oleh dua sampai tiga orang Arab yang berjenggot, ditest hafalan Quran 2
juz yang diacak ayat-ayatnya. Lalu diminta membaca sebuah buku berbahasa
Arab yang gundul alias tidak berharakat, setelah itu ditanya ini itu
tentang apa yang kita baca barusan. Tentu saja ditanya pakai bahasa Arab
dan menjawabnya pun pakai bahasa Arab pula.
Selesai tema isi buku, dosen-dosen Arab itu melanjutkan
dengan'interogasi' tentang wawasan kita terhadap ilmu-ilmu agama,
lagi-lagi pakai bahasa Arab. Maka pada test ini, banyak calon mahasiswa
yang bermandi keringat, "Wah, kayak menghadapi malaikat Munkar dan
Nakir", kata salah seorang teman sambil bercanda di waktu itu saking
takutnya.
Sebenarnya pada dosen berkebangsaan Arab itu tidak galak atau killer,
mereka sangat ramah dan tahu bahwa pengetahuan bahasa Arab kami
pas-pasan. Mereka sering membantu untuk menjawab pertanyaan yang mereka
buat sendiri. Tapi namanya mental sudah anjlog, banyak yang menyerah.
Tapi teman-teman yang lain banyak yang sudah punya persiapan, semacam
bimbingan tes. Jadi semua soal yang biasanya digunakan sudah dilatih
duluan, termasuk latihan test lisan itu. Jadi tidak sedikit yang ketika
ditanya ini dan itu, mereka menjawab dengan santai, bahkan ada yang
sambil bercanda dan tertawa-tawa. Wah, yang begini kayaknya pasti lulus.
Sebab secara praktis, mereka sudah bisa ngobrol dengan orang Arab,
pakai bercanda segala pula.
Lalu tibalah hari pengumuman, semua calon mahasiswa datang ke LIPIA
dengan berdebar-debar. Kebanyakan mereka datang dari daerah, yang anak
Jakarta paling dua atau tiga orang saja. Jadi pemandangannya menarik
sekali. Banyak di antara mereka yang sudah sekalian membawa koper atau
tas, seandainya tidak diterima, ya langsung pulang kampung.
"Suasananya persis suasana yaumul hisab", komentar seorang teman.
Setiap orang deg-degan menunggu-nunggu apakah lolos keterima atau tidak.
Lalu dari Syu'unit Tullab keluar pak Zaini membawa lembar pengumuman
dan di tempat lagi di dinding gedung. Lalu terlihat pemandangan yang
beraneka rupa, ada yang meloncat-loncat kegirangan, ada yang duduk lesu,
ada langsung angkat tas menuju terminal, ada juga bengong saja.
Lokasinya di Jl. Buncit Raya No.05A Ragunan Pasar Minggu-Jakarta Selatan.
Kuliah di LIPIA
Kuliah di LIPIA memang kuliah yang intensif. Jam kuliah begitu padat,
persis ketika kita sekolah di SMA dulu. Masuk jam 07.00 pagi dan pulang
jam 12.00. Sehari 5 sessi, tiap sessi 50 menit. Jadi antara sesi satu
dengan sessi lain, diberi jeda hanya 5 menit saja, sekedar memberi
kesempatan para dosen berganti kelas.
Di kelas persiapan bahasa, materi kuliahnya memang terkonsentrasi
pada penguasaan 4 sisi kemahiran berbahasa, yaitu membaca, menulis,
berbicara dan mendengar. Salah satu kelebihan program ini, yang mengajar
memang orang Arab semua, sehingga taste (dzauq) bahasa Arab benar-benar terasa.
Banyak teman yang tadinya sudah merasa bisa bahasa Arab, ternyata salah dalam ta'bir
dan harus diperbaiki. Karena sewaktu di pesantren dulu, guru mereka
yang bukan orang Arab itu mengajarkannya keliru. Yah, namanya saja bukan
orang Arab, tetap saja taste nya beda.
Satu yang menarik ketika kuliah di LIPIA, setiap mahasiswa diberi
uang saku setiap bulan. Kalau mahasiswa program persiapan bahasa, uang
sakunya hanya 100 real (kurs 1 real = Rp 2.500- Rp3.000). Tapi kalau
program Persiapan Universitas dan Program S-1, uang sakunya lumayan,
karena jumlahnya 2 kali lipat, yaitu 200 real.
Enak banget ya, sudah kuliah gratis, tanpa uang pendaftaran, uang
gedung, sumbangan ini itu, lalu dibayar pula. Dan lebih dari semua itu,
semua buku dan kitab juga dibagikan gratis. Cuma makan saja yang tidak
gratis. Pantas saja peminatnya membludak. Dan seingat kami, seumur-umur
kuliah di LIPIA, belum pernah membayar uang kuliah walau cuma seratus
perak.
Ruang kelas ber-AC, perpustakaan luas, tiap hari masuk 'bioskop'
alias laboratorium bahasa. Bahkan yang asalnya dari daerah, disediakan
kos-kosan gratis.
Tapi disiplin yang ditegakkan juga ketat. Tiap ganti jam pelajaran,
dosen akan mengabsen ulang. Wah, kayak anak SD. Tapi kalau
dipikir-pikir, memang harus begitu menghadapi kebiasan bangsa kita yang
terkenal tidak disiplin. Jumlah absen nanti akan mempengaruhi nilai mukafaah
(uang saku) dan juga kalau melebihi 25% toleransi, bisa dihukum tidak
bisa ikut ujian akhir. Akhirnya bisa tinggal kelas, atau malah DO
sekalian.
Masuk Takmili
Lulus kuliah di persiapan bahasa (i'dad lughawi) adalah syarat untuk
mendaftar ke program persiapan Universtias (takmili). Dan lulus dari
program takmili adalah syarat untuk bisa mendaftar di program S-1
Fakultas Syariah.
Untuk masuk ke takmili, 'ritual' serupa harus dilakukan kembali.
Tidak ada jaminan bagi lulusan i'dad lughawi untuk langsung diterima di
takmili. Justru mereka akan diseleksi ulang. Test lagi secara tertulis
dan secara lisan.
Kali ini titik tekannya adalah pada kekuatan sastra bahasa Arab dan
sebagain dasar dari ilmu-ilmu keIslaman. Syaratnya hafal dua juz
Al-Quran, mahir berbahasa Arab, menguasai dasar-dasar ilmu-ilmu syariah.
Di program takmili kita akan berkenalan dengan sekian banyak sastra
arab, termasuk syi'ir jahili seperti Imru'ul Qais, hingga sastra Arab
modern seperti Al-Manfaluthi dan jajarannya.
Payahnya, semua harus dihafal luar kepala dan diurai satu persatu.
Dosen meminta kita maju ke depan untuk membacakan syair-syair itu yang
terkadang jumlahnya bisa sampai 50 bait. Masih disuruh menjelaskan kata
perkata, bait per bait dan kekuatan bahasa dari masing-masing ungkapan
yang digunakan oleh penyair. Wah, tampang kami sudah mirip penyair
semua.
Awalnya kami bingung, mau belajar agama kok malah disuruh menghafal
syair, mending menghafal nasyid atau sekalian Al-Quran. Ternyata kita
dilatih untuk menguasai bahasa Arab bukan hanya percakapan tapi juga
kekuatan bahasa dan sastra. Konsiderannya, dua sumber agama Islam itu
merupakan sastra yang indah dan level tinggi. Percuma bicara Islam atau
sok jadi tokoh Islam tapi tidak mengerti kekuatan bahasa keduanya.
Percuma kalau hanya sekedar baca terjemahan.
Maka makin semangatlah kami belajar menghafal syair jahili dan Islami sekaligus. Hingga lulus dan selesai selama 1 tahun penuh.
Masuk Fakultas Syariah
Setelah tiga tahun berturut-turut menyelam di persiapan bahasa dan
persiapan universitas, akhirnya sampai juga di bagian yang paling susah.
Bagian program S-1 yang mensyaratkan hafal 3 juz Quran dan kemampuan
pemahanan ilmu syariah yang jauh lebih dalam.
Testnya tetap sama, yaitu test tulisan dulu baru kemudian test lisan.
Hasilnya, yang berguguran cukup banyak yang masuk hanya beberapa orang
saja satu kelas.
Di Fakultas Syariah, nyaris semua cabang ilmu keIslaman diajarkan.
Ada mata kuliah Fiqih yang berjumlah40 SKS, sehingga setiap hari ada
mata kuliah itu, sejak dari semester 1 sampai semester 8. Kitab yang
dipakai adalah kitab fenomenal Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid karya Ibnu Rusyd Al-Hafid.
Ada mata kuliah Ushul Fiqih yang berjumlah32 SKS sehingga dalam
seminggu ada 4 hari mata kuliah itu diajarkan. Kitabnya cukup bikin
mumet, yaitu Raudhatun Nadhir
Ada juga mata kuliah Tafsir yang berjumlah20 SKS dan tiga hari seminggu diajarkan. Kitabnya adalah Fathul Qadir karya Asy-Syaukani.
Ada Hadits Ahkam jumlah SKS-nya sama Tafsir (20 SKS). Kitabnya adalah
Subulus Salam karya Ash-Shan'ani. Kitab ini adalah syarah (penjelasan)
dari kitab Bulughul Maram.
Masih juga ada mata kuliah Nahwu yang berjumlah 24 SKS. Kitabnya Audhahul Masalik yang merupakan syarah dari matan Alfiyah Ibnu Malik. Juga ada mata kuliah Al-Quran yang intinya tahsinut tilawah dan tahfidz. SKS-nya 12, targetnya sampai lulus S-1, kita menghafal 8 juz Al-Quran.
Selain itu juga ada mata kuliahQawaid Fiqhiyyah4 SKS, Faraidh8 SKS,
Teks Sastra 4 SKS, Balaghah 2 SKS, Ushul Tarbiyah 2 SKS, Tarbiyah
Islamiyah 2 SKS, Metodologi Mengajar 4, Ilmu Jiwa-Jiwa SKS, Riset 4 dan
Kultur Islam 4 SKS.
Jadi totalnya 200 SKS. Lebih banyak dari umumya kuliah S-1 di negeri kita yang umumnya hanya sekitar 150-an SKS.
Lembaga pendidikan sebesar ini dan sebagus ini, ternyata bukan milik
pemerintah Indonesia, tetapi milik Saudi Arabia. Hasil dari kesepakatan
antara dua pemerintah. Lulusan dari LIPIA ini sekarang banyak yang
terjun di dunia dakwah, mulai dari majelis taklim, pesantren, ma'had,
penerbitan pers, pegawai negeri, dosen sampai ke kursi DPR.
Detail lebih jauh tentang lembaga ini sebenarnya bisa dibuka di situs mereka, yaitu www.lipia.org,
walaupun belum selengkap yang kita harapkan. Banyak link yang mati,
nampaknya situs ini tidak diurus dengan benar. Dan berita terkininya
hari Rabu, 17-Mei-2006. Berarti sejak dua tahun yang lalu situs ini
tidak diurus? Ittaqillah ya Syeikh
Kenapa Hanya Ada Satu LIPIA
Mengingat pentingnya lembaga pendidikan seperti LIPIA, muncul banyak
permintaan, kenapa cuma ada satu LIPIA dengan jumlah kursi yang
terbatas.
Jawabnya tentu kita kembalikan kepada pemerintah Saudi Arabia. Karena
yang punya LIPIA bukan negara kita. Jadi terserah kepada mereka.
Mungkin buat negara itu, cukuplah LIPIA satu saja di Indonesia. Sebab
negara lain seperti Malaysia pun juga tidak ada LIPIA.
Konon hanya beberapa negara yang beruntung bisa ada kerjasama dengan pemerintah Saudi Arabia. Kalau tidak salah di Jepang (http://www.aii-t.org/e/main/index.htm), Washington, dan ada beberapa negara lagi.
Departemen Agama Membangun LIPIA?
Semoga ke depan model lembaga pendidikan seperti ini bukan hanya
LIPIA milik pemerintah Kerajaan Saudi Arabia saja, tapi juga bisa
diklonning oleh Departemen Agama RI dari segi kualitas dan integritas
dan keseriusannya.
Mungkin ada yang bertanya, memangnya Departemen Agama RI punya duit?
Lho, Departemen Agama RI sangat punya uang berlebih untuk mendirikan
lembaga seperti LIPIA. Bahkan sepuluh buah pun bisa dibangunnya. Asalkan
duitnya tidak lari ke tempat-tempat yang tidak jelas, seperti yang
selama ini terjadi. Pukul kasar saja, bagaimana mungkin seorang mantan
Menteri Agama bisa mendekam di dalam hotel prodeo hingga hari ini, kalau
bukan karena duit-duit tidak jelas dalam jumlah yang fantastis.
Lalu wajar dong kalau kita berpikir, Itu yang ketahuan, lalu yang
tidak ketahuan? Logikanya lebih banyak lagi kan. Kalau semua itu
dijalankan oleh orang jujur, kita bisa saja mendirikan universtias yang
jauh lebih hebat dan lebih berkualitas dari LIPIA, bukan cuma gedungnya,
tapi kualitas kurukulum, kulitas dosen dan kualias lulusannya.
Tapi kalau mau yang lebih fantastis, ada juga universitas yang swasta
penuh, namun jauh lebih besar dan lebih punya nama ketimbang LIPIA,
yaitu Al-Azhar di Mesir, kampus tempat si Fahri belajar. Suatu ketika
nanti coba kita bahas di forum ini tentang the Amazing Al-Azhar. Insya
Allah.
Program
· I’dad lughowi (persiapan bahasa arab) 2 tahun
· Takmily (standarisasi bahasa arab internasional) 1 tahun
· Diploma (pendidikan bahasa arab) 1 tahun
· Kuliah Syariah (S1) 4 tahun
Keunggulan
· Full bahasa arab
· Dosen dari Saudi, mesir, sudan, suria, yaman dll
· Full beasiswa
· Uang saku/bulan
· Kitab-kitab gratis
· Ruang berAC, lab bahasa, perpustakaan dll
Jurusan
Jurusan yang ada di LIPIA adalah:
- Jurusan Syari'ah: memberikan gelar Bachelor/Lc dalam bidang ilmu syar'iah. Masa belajar 4 (empat) tahun.
- Jurusan Persiapan Bahasa/I'dad Lughowi, terdiri dari empat level, lama pendidikan 2 tahun.
- Jurusan Takmily/pra Universitas, lama pendidikan dua semester.
- Jurusan Pendidikan Guru/Diploma,
memberikan ijazah diploma umum dalam bidang metodologi pengajaran
bahasa Arab bagi non Arab. Lama pendidikan dua semester.
Tujuan:
- Menyebarluaskan bahasa Arab
- Mendidik tenaga pengajar yang ahli dalam bidang pengajaran bahasa
Arab bagi non Arab, serta membekali mereka dengan ilmu pengetahuan Islam
- Mengembangkan kurikulum bahasa Arab di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah di Indonesia.
- Memberikan bantuan kepada perguruan tinggi dan sekolah-sekolah berupa, teks book, buku-buku dan alat bantu/peraga.
- Menyiapkan tulisan-tulisan ilmiah tentang bahasa Arab praktis dalam pengajaran bahasa Arab.
- Mengadakan penataran bagi para guru bahasa Arab.
Sumber : Berbagai sumber di internet