Jumat, 15 Maret 2013

Motivasi Yang SANGAT BAGUS Untuk Belajar Bahasa Arab

Cerita di bawah ini adalah pengalaman yang saya ambil di
http://khalifahma.wordpress.com/2012/02/12/mimpi-belajar-bahasa-arab/


Cerita ini sangat menyemangati kita bagi yang ingin belajar bahasa arab

September 2009, saya lulus sebagai sarjana dari Institut Pertanian Bogor (IPB). alhamdulillah.

Sebagai seorang sarjana baru, tentu saya punya banyak impian yang ingin dicapai. Namun impian saya sedikit berbeda dengan sarjana baru kebanyakan. Biasanya seorang sarjana baru ingin kerja atau buka usaha atau sekolah lagi ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi kalau saya, setelah lulus saya ingin belajar bahasa Arab dulu sebelum melakukan kegiatan-kegiatan lain.

Banyak orang bilang kalau saya punya impian yang aneh. Tapi mimpi bisa bahasa Arab adalah mimpi yang sudah dalam saya incar. Karena saya tahu benar bagaimana pentingnya urgensi bahasa Arab dalam kehidupan seorang muslim. Bahasa Arab adalah kunci untuk memahami Islam, karena memang bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an, bahasa Hadits dan bahasa seluruh literatur dan rujukan ilmu-ilmu keislaman.


Namun sayang, keinginan itu nampaknya tidak mungkin dicapai. Karena sesaat selelah lulus, orang tua saya (Bapak) meminta saya agar bekerja bersama di Aceh. Saya pun patuh, karena saya ingin menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Desember 2009, sebelum terbang ke Aceh, saya berziarah kepada teman-teman dan guru di Bogor. Karena kemungkinan saya tidak akan ketemu mereka lagi dalam waktu dekat. Salah satu orang yang saya temui adalah guru terbaik saya, Ustadz Asep Nur Halim, Lc. Beliau adalah seorang dosen Pendidikan Agama Islam IPB yang merupakan lulusan LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam Arab) Jakarta dan Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

Setelah selesai ngobrol di rumah beliau di komplek perumahan dosen IPB, saya pamit. Sebelum pergi, beliau memberikan sebuah hadiah. Sebuah buku berbahasa Arab yang berjudul “Mafatih tadabburil Qur’an wa An Najah fil Hayah” terbitan, Jamiah Imam Muhammad Ibn Saud, Saudi Arabia. Beliau tau, saya belum bisa memahami buku tersebut karena kemampuan bahasa Arab saya masih rendah. Namun demikian beliau tetap memberikan buku itu agar saya tidak berhenti belajar bahasa Arab.

Sebelumnya saya pernah diajari bahasa Arab oleh beliau di Lembaga Pengajaran Al Qur’an DKM AL Hurriyyah IPB untuk tingkat dasar. Beliau mengatakan, “Buku ini diharapkan akan membuat Khalifah terus termotivasi untuk belajar bahasa Arab. Buku ini belum ada terjemah bahasa Indonesianya. Ana harap Antum yang menerjemahkannya nanti…”. Saya hanya mengamini dan mengucap, “insya Allah Ustadz…”.

Dalam hati saya berkata, “Saya akan berangkat ke Aceh. Tidak tahu sampai kapan. Kemungkinan besar mimpi bisa bahasa Arab tidak mungkin lagi dicapai”. Saya pesimis bisa bahasa Arab, apalagi menerjemahkan buku tersebut… Keinginan untuk belajar bahasa Arab sudah terhapus dari daftar mimpi saya. Mungkin Allah SWT tidak menakdirkan saya bisa bahasa Arab.

Sehari setelah bertemu dengan Ustadz Asep, saya terbang ke Aceh dari Bandara Soekarno Hatta. Semakin tinggi pesawat, saya melihat mimpi saya untuk bisa bahasa Arab semakin kecil tertinggal di bawah. Good by bahasa Arab…

Sampai di Aceh, kegiatan usaha pun dimulai. Bersama dengan tim yang terdiri dari Bapak, Abang, Saya, dan beberapa rekan. kegiatan usaha dimulai… kami bergelut dan tenggelam bersama dengan irama kerja yang cukup melelahkan.

***


Sampai ada suatu ketika, secara tidak sengaja saya melihat sebuah pengumuman di masjid kesayangan di di Banda Aceh: KURSUS BAHASA ARAB GRATIS DI LIPIA BANDA ACEH. Saya terkaget. Saya baru tahu ada LIPIA di Banda Aceh. 

Belakangan saya tahu, kampus LIPIA Aceh memang baru, jika saya diterima, saya termasuk angkatan kedua.

Setau saya LIPIA hanya ada di Jakarta. Memang kampus yang berpusat di Riyadh Saudi Arabia ini merupakan impian banyak orang, terutama yang ingin mahir berbahasa Arab dan fakih dalam agama.


Kampus yang didirikan oleh Kerajaan Saudi Arabia ini memberikan fasilitas yang sangat mendukung untuk mencetak sarjana bergelar “licence (Lc)” yang berkualitas. Dosen-dosen kampus yang telah dibangun 30 tahun lalu di Jakarta ini kebanyakan berasal dari timur tengah (Saudi, Mesir, Sudan, Syiria, dll). Jika di kampus lain para mahasiswa diwajibkan menyerahkan biaya kuliah kepada kampus, di kampus ini sebaliknya, mahasiswa malah disuruh untuk mengambil uang saku sebesar 100-200 riyal/bulan (sekitar 250-500ribu/bulan). Mahasiswa juga diberikan asrama secara cuma-cuma. Karena itu tidak heran jika proses seleksi masuknya sangat ketat.

Harapan bisa bahasa Arab kembali muncul. Tapi saya ragu, karena waktu itu syarat yang diminta cukup sulit, diantaranya: “Mampu berbahasa Arab lisan dan tulisan”. Dalam hati, “Ini kursus bahasa Arab, kok menyarakatkan pesertanya harus sudah bisa bahasa Arab?, kalau sudah bisa, kenapa harus kursus lagi?”.
Tapi tidak ada salahnya mencoba. Setelah mendapat izin dari Bapak, saya pun daftar. Saya tau, sebenarnya Bapak keberatan jika saya diterima nanti. Karena saya tidak bisa lagi bantu beliau secara penuh. Tapi Bapak merupakan orang yang sangat perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya, apalagi ilmu agama.
Saat tes seleksi pun tiba. Tes terbagi menjadi dua macam. tes tulis dan tes lisan. Saat daftar, saya sempat sedikit minder, karena rata-rata yang daftar adalah orang-orang yang sudah bisa bahasa Arab. Dari yang lulusan pesantren alumni gontor sampai bahkan mahasiswa sastra Arab. Diantara mereka pun, banyak yang sudah hafidz Al Qur’an. Berat juga memang saingannya. Lalu kami semua masuk kelas untuk tes tulis. Saat soal sudah di hadapan saya, saya bingung… “Ini bacanya gimana? Gundul semua… jangankan jawab, faham soal aja enggak?”. Rasa pesimis pun muncul, walaupun saya tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik. Kebanyakan soal ujian saya jawab secara gambling. Dari pada enggak di isi? Mending jawab, siapa tau betul. Karena sebagian besar soal berbentuk pilihan.
Saat asik-asiknya jawab soal secara ngasal, tiba-tiba datang seorang Ustadz LIPIA Aceh, yang belakangan saya tahu namanya Syekh Nadzir dari Sudan. Beliau sudah bisa berbahasa Indonesia, walaupun logat dan tata bahasanya kadang-kadang masih kurang pas. Beliau mengatakan bahwa, “…Yang diterima di kampus ini bukanlah yang nilainya bagus, tapi yang benar-benar ingin belajar bahasa Arab! Buat apa nilai bagus, tapi ketika sudah diterima, kuliahnya malas-malasan atau malah berhenti ditengah jalan”.

Senang sekali mendengar kata-kata itu. Kata-kata itu membangkitkan kembali semangat. Karena modal saya memang cuma itu: semangat dan kesungguhan untuk belajar untuk bisa bahasa Arab. Yes!… Rasa optimis naik lagi… saya memang belum bisa bahasa Arab sekarang, tapi saya benar-benar punya niat yang kuat untuk bisa! Berilah saya kesempatan ya syekh!. Kata-kata itu saya ucapkan saat tes lisan (wawancara). Hingga saat pengumuman… Alhamdulillah saya dinyatakan lulus.

Singkat cerita, kuliah pun berjalan dengan lancar. alhamdulillah lulus dengan predikat mumtaz selama 2 semester pertama.

***

Saat masuk semester 3, kegiatan usaha di Aceh selesai. Semua pegawai kembali ke kampungnya masingmasing pada Agustus 2010. Bapak kembali ke Jakarta. tinggal saya sendiri di Aceh. Kegiatan saya yang tadinya kuliah dan kerja sambilan menjadi tinggal kuliah tok. Melihat waktu luang yang cukup banyak, saya jadi ingin melanjutkan kuliah S2 tanpa melepaskan kuliah bahasa Arab yang sedang saya jalani. Saya berencana pindah ke LIPIA Jakarta dan mendaftar di Program Pascasarjana UI (Universitas Indonesia). Alhamdulillah, permohonan mutasi saya ke LIPIA Jakarta dikabulkan oleh mudir LIPIA Aceh yang berkebangsaan Arab Saudi, Syekh Rasyid. Saya pun segera pindah ke LIPIA Jakarta dan di saat yang sama, Alhamdulillah saya juga berhasil menjadi mahasiswa pascasarjana di UI.
Saat ini, tidak terasa sudah 2 tahun saya belajar bahasa Arab. Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan program i’dad lughawi di LIPIA dengan baik. Baru saja saya mengambil transkrip nilai akhir (natijah) di kampus LIPIA Jakarta, Alhamdulillah dapat predikat tertinggi: mumtaz. Yang mendapat nilai mumtaz, berhak melanjutkan ke level pendidikan selanjutnya (takmili) tanpa ujian. Dan Alhamdulillah juga, kuliah di LIPIA tidak mengganggu kuliah di kampus satu lagi, UI. Dari sini saya mengambil pelajaran penting, memang asalkan kita pandai mengatur waktu, insya Allah banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan baik. Karena kalau mau jujur, banyak sebenarnya waktu luang yang bisa dimanfaatkan.
Saya terharu. Rupanya mimpi bisa bahasa Arab yang tadinya saya kira tidak mungkin dicapai, akhirnya terwujud.

Jika ilmu keislaman adalah harta karun yang tersimpan di dalam brankas, maka bahasa Arab adalah kunci pembukanya, Jika ilmu keislaman adalah samudera, maka bahasa Arab adalah kapal untuk melayarinya Bermimpilah kawan, insya Allah, Dia akan memberi jalan, dengan jalan, yang kadang sedikit memutar.

Jakarta, 21 Januari 2012
Khalifah Muhammad Ali

3 komentar:

assalamu 'alaikum. bagus sekali cerita perjalanannya untuk bisa belajar bahasa arab. cerita yang Allah atur begitu indah.
ust ana juga ada niat untuk masuk LIPIA banda aceh , tapi ana selalu ragu, takut gak bisa jawab tes masuknya dan takut gak bisa ngatur waktu, karena saat ini saya masih kuliah di uin ar-raniry jurusan bahasa arab dibanda aceh masih semester 2. ada saran untuk saya gak ust?

Bagus ceritanya,tapi kalau di 2 kampus berbeda bagaimana mengatur waktunya? terkadang jadwal mata kuliah di satu kampus seperti di UI beradu dng wakt kuliah di lipia.apakah harus bolos satu? Terus terang saya juga alumni lipia.terima kasih

Alhamdulillah cerita ini memotivasi saya untuk semangat belajar bahasa arab...

Posting Komentar