Jumat, 22 Maret 2013

Jual Ayam Birma (Asli)

Ayam Burma atau ayam Birma merupakan ayam yang berasal dari negeri Myanmar/Burma adalah sejenis ayam kebanyakan di perkampungan negeri Myanmar. seperti halnya di negeri kita, disana juga banyak warga yang memang menyukai ayam aduan, bisa jadi karena bisa dijadikan sebagai symbol kekuasaan ataupun hoby belaka yang tentunya bisa saja dibumbui dengan perjudian.

Tapi, kalau aku sendiri memelihara ayam ini bukan untuk aduan, tapi untuk hiasan saja.

Saya menjual Ayam Birma (Asli) umur
10 bulan

Betina @Rp 400.000,-
Yang jantan tidak dijual.












Sedia juga bibit ayam birma, sekarang tanggal 8 Juni 2013 umur 1 bulan kurang, stok ada 17 ekor.

Harga @Rp 50.000,-










Hanya melayani pembeli yang datang ke rumah saya saja (Harap konfirmasi dulu kalau mau ke rumah).

Abdurrahman Ahmad
Jl. Cakrawala 2A Malangjiwan, Colomadu, Surakarta, Jawa Tengah 57177 (Barat RS AURI Adi Soemarmo)
HP : 089647434262 (SMS only)

Kamis, 21 Maret 2013

Buku Panduan Belajar Bahasa Arab Universitas Islam Madinah


       Durus al-Lughat-al-Arabiyyah Li Ghairi Natiqina Biha adalah buku pelajaran bahasa arab yang dikeluarkan oleh Universitas Islam Madinah yang ditulis oleh DR. V. Abdur Rahim.

        Ebook dibawah ini semuanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, yang diterjemahkan oleh Maktabah Raudhah al-Muhibbin (www.raudhatulmuhibbin.org)


Terjemahanan Durus al-Lughat-al-Arabiyyah Li Ghairi Natiqina Biha Part I dinamakan Panduan Durusul Lughah al-Arabiyyah 1 Klik Disini

Terjemahanan Durus al-Lughat-al-Arabiyyah Li Ghairi Natiqina Biha Part I dinamakan Panduan Durusul Lughah al-Arabiyyah 2 Klik Disini

Terjemahanan Durus al-Lughat-al-Arabiyyah Li Ghairi Natiqina Biha Part III dinamakan Panduan Durusul Lughah al-Arabiyyah 3 Klik Disini

Terjemahanan Durus al-Lughat-al-Arabiyyah Li Ghairi Natiqina Biha Part III dinamakan Panduan Durusul Lughah al-Arabiyyah 4 Klik Disini

Sumber : http://www.raudhatulmuhibbin.org

Berbeda dengan terjemahan dari dua buku panduan sebelumnya, pada 

Senin, 18 Maret 2013

Penghafal Al Quran Bisa Masuk Fakultas UNS


TEMPO.CO, Surakarta Senin, 11 Maret 2013 | 12:17 WIB - Rektor UNS Surakarta Ravik Karsidi mengatakan UNS memiliki jalur khusus penerimaan bagi calon mahasiswa yang punya keahlian menghafal Al Quran. Sejak 2012, sudah diterima 8 orang penghafal Al Quran yang berada di Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
"Salah satu syaratnya harus hafal minimal 20 juz Al Quran. Ini bentuk apresiasi kepada penghafal Al Quran," katanya.


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh meminta perguruan tinggi di Indonesia menggelar karpet merah atau memberi keistimewaan bagi calon mahasiswa miskin.

Nuh mengatakan, perguruan tinggi harus menjadi bagian untuk memutus rantai kemiskinan. "Kita harus buktikan bahwa rantai kemiskinan bisa diputus oleh pendidikan," ujar Nuh saat meresmikan pembangunan 7 gedung baru Universitas Sebelas Maret Surakarta, Senin, 11 Maret 2013.
Dia menilai kemuliaan sebuah kampus bukan dari banyaknya mobil yang diparkir di area kampus. Melainkan seberapa banyak anak tidak mampu yang bisa kuliah di kampus tersebut. "Apalagi jika bisa diterima tanpa ujian tulis," ucapnya.
Perguruan tinggi bisa menerima calon mahasiswa miskin lewat beasiswa Bidikmisi atau program-program beasiswa lainnya. "Mereka berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu biar barokah," katanya.
Rektor UNS Surakarta Ravik Karsidi mengatakan UNS memiliki jalur khusus penerimaan bagi calon mahasiswa yang punya keahlian menghafal Al Quran. Sejak 2012, sudah diterima 8 orang penghafal Al Quran yang berada di Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
"Salah satu syaratnya harus hafal minimal 20 juz Al Quran. Ini bentuk apresiasi kepada penghafal Al Quran," katanya. 
UKKY PRIMARTANTYO

Jadi, intinya belajar agama itu penting, insya Allah akan dimudahkan semua ujian-ujian yang kita alami.

Minggu, 17 Maret 2013

Apa Itu Gelar Lc?

singkatanLc 

 gelar-licence.jpg

TRIBUN-TIMUR.COM, Gelar "Lc" kerap kita jumpai di belakang nama seorang ustad atau tokoh masyarakat Islam. Di Indonesia atau di kalangan warga umum, istilah atau gelar tersebut tentu masih asing.

Di kalangan umum, ada yang menyebut Lc sebagai ‘Lulusan Cairo’. Ini mungkin agak dekat dari arti sebenarnya karena gelar Lc sendiri banyak diperoleh di kawasan negara timur tengah.

Kairo adalah ibukota Negara Mesir, negara yang berada di kawasan timur tengah, seperti yaman, Sudan, Pakisatn, dan negara lainnya.

Tak heran jika kemudian banyak yang menilai gelar Lc adalah sebutan bagi lulusan universitas timur tengah, termasuk di dalamnya adalah LIPIA Jakarta.

Mereka yang belajar Bahasa Arab dan Syariah di kampus luar negeri atau di LIPIA, maka bisa mendapatklan gelar 'Lc' itu.

Gelar 'Lc' sendiri bukan singkatan dari Bahasa Arab, tetapi berasal dari istilah bahasa Inggris, yaitu Licence, yang bisa diartikan sebagai gelar sarjana strata satu.

Selain itu, gelar sarjana selevel strata satu (S1) atau strata dua (S2) di Arab sendiri tidak ramai disematkan di belakang nama warga Arab. Yang lebih sering dipakai hanyalah gelar doktor di belakang nama seseorang.

Tidak seperti di Indonesia. Gelar strata pendidikan apapun, terbiasa ditonjolkan. Apalagi gelar 'haji'. Mudah-mudahan, bukan hanya di Indonesia yang terkesan menyematkan gelar 'haji' di belakang namanya secara resmi.

Selain Licence ada juga sebutan Bakalurios ( Bachelor) untuk jenjang S1 juga. Jadi di beberapa negara, ada yang menggunakan Licence dan ada yang menggunakan Bakalurius, namun esensinya adalah sama.

Dan yang perlu diluruskan adalah, gelar tersebut bersifat umum artinya tidak hanya bagi lulusan syariah dan Bahasa Arab semata, namun juga lulusan bidang lainnya seperti Teknik dan Komputer misalnya.

Peninggalan Penjajah
Kenapa Lc berasal dari licence (Inggris), bukan kata bahasa Arab? Karena sebagian negara Arab dahulu adalah jajahan Inggris sehingga mewariskan beberapa istilah khusus.

Di Indonesia pun pernah akrab dengan istilah Doktorandus (Drs), yang ternyata adalah istilah warisan kolonial yang pernah menjajah negara ini.

Namun, gelar Lc yang disematkan kepada warga Indonesia jebolan pendidikan/alumni Timur Tengah dan LIPIA bukanlah sebuah gelar yang termaktub dalam perundang-undangan dan legalisasi pendidikan di Indonesia.

Meski demikian, gelar di Indonesia pun bukan jaminan untuk bisa hidup mapan dan memberi manfaat bagi orang lain.

Apapun dan darimana pun gelar itu, sebagai bangsa Indonesia diharapkan bisa memenuhi memberi kebaikan dan memenuhi harapan bagi bangsa Indonesia.(*)

Sumber : http://makassar.tribunnews.com/2011/12/20/apa-itu-gelar-lc

Jumat, 15 Maret 2013

Motivasi Yang SANGAT BAGUS Untuk Belajar Bahasa Arab

Cerita di bawah ini adalah pengalaman yang saya ambil di
http://khalifahma.wordpress.com/2012/02/12/mimpi-belajar-bahasa-arab/


Cerita ini sangat menyemangati kita bagi yang ingin belajar bahasa arab

September 2009, saya lulus sebagai sarjana dari Institut Pertanian Bogor (IPB). alhamdulillah.

Sebagai seorang sarjana baru, tentu saya punya banyak impian yang ingin dicapai. Namun impian saya sedikit berbeda dengan sarjana baru kebanyakan. Biasanya seorang sarjana baru ingin kerja atau buka usaha atau sekolah lagi ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi kalau saya, setelah lulus saya ingin belajar bahasa Arab dulu sebelum melakukan kegiatan-kegiatan lain.

Banyak orang bilang kalau saya punya impian yang aneh. Tapi mimpi bisa bahasa Arab adalah mimpi yang sudah dalam saya incar. Karena saya tahu benar bagaimana pentingnya urgensi bahasa Arab dalam kehidupan seorang muslim. Bahasa Arab adalah kunci untuk memahami Islam, karena memang bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an, bahasa Hadits dan bahasa seluruh literatur dan rujukan ilmu-ilmu keislaman.


Namun sayang, keinginan itu nampaknya tidak mungkin dicapai. Karena sesaat selelah lulus, orang tua saya (Bapak) meminta saya agar bekerja bersama di Aceh. Saya pun patuh, karena saya ingin menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Desember 2009, sebelum terbang ke Aceh, saya berziarah kepada teman-teman dan guru di Bogor. Karena kemungkinan saya tidak akan ketemu mereka lagi dalam waktu dekat. Salah satu orang yang saya temui adalah guru terbaik saya, Ustadz Asep Nur Halim, Lc. Beliau adalah seorang dosen Pendidikan Agama Islam IPB yang merupakan lulusan LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam Arab) Jakarta dan Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

Setelah selesai ngobrol di rumah beliau di komplek perumahan dosen IPB, saya pamit. Sebelum pergi, beliau memberikan sebuah hadiah. Sebuah buku berbahasa Arab yang berjudul “Mafatih tadabburil Qur’an wa An Najah fil Hayah” terbitan, Jamiah Imam Muhammad Ibn Saud, Saudi Arabia. Beliau tau, saya belum bisa memahami buku tersebut karena kemampuan bahasa Arab saya masih rendah. Namun demikian beliau tetap memberikan buku itu agar saya tidak berhenti belajar bahasa Arab.

Sebelumnya saya pernah diajari bahasa Arab oleh beliau di Lembaga Pengajaran Al Qur’an DKM AL Hurriyyah IPB untuk tingkat dasar. Beliau mengatakan, “Buku ini diharapkan akan membuat Khalifah terus termotivasi untuk belajar bahasa Arab. Buku ini belum ada terjemah bahasa Indonesianya. Ana harap Antum yang menerjemahkannya nanti…”. Saya hanya mengamini dan mengucap, “insya Allah Ustadz…”.

Dalam hati saya berkata, “Saya akan berangkat ke Aceh. Tidak tahu sampai kapan. Kemungkinan besar mimpi bisa bahasa Arab tidak mungkin lagi dicapai”. Saya pesimis bisa bahasa Arab, apalagi menerjemahkan buku tersebut… Keinginan untuk belajar bahasa Arab sudah terhapus dari daftar mimpi saya. Mungkin Allah SWT tidak menakdirkan saya bisa bahasa Arab.

Sehari setelah bertemu dengan Ustadz Asep, saya terbang ke Aceh dari Bandara Soekarno Hatta. Semakin tinggi pesawat, saya melihat mimpi saya untuk bisa bahasa Arab semakin kecil tertinggal di bawah. Good by bahasa Arab…

Sampai di Aceh, kegiatan usaha pun dimulai. Bersama dengan tim yang terdiri dari Bapak, Abang, Saya, dan beberapa rekan. kegiatan usaha dimulai… kami bergelut dan tenggelam bersama dengan irama kerja yang cukup melelahkan.

***


Sampai ada suatu ketika, secara tidak sengaja saya melihat sebuah pengumuman di masjid kesayangan di di Banda Aceh: KURSUS BAHASA ARAB GRATIS DI LIPIA BANDA ACEH. Saya terkaget. Saya baru tahu ada LIPIA di Banda Aceh. 

Belakangan saya tahu, kampus LIPIA Aceh memang baru, jika saya diterima, saya termasuk angkatan kedua.

Setau saya LIPIA hanya ada di Jakarta. Memang kampus yang berpusat di Riyadh Saudi Arabia ini merupakan impian banyak orang, terutama yang ingin mahir berbahasa Arab dan fakih dalam agama.


Kampus yang didirikan oleh Kerajaan Saudi Arabia ini memberikan fasilitas yang sangat mendukung untuk mencetak sarjana bergelar “licence (Lc)” yang berkualitas. Dosen-dosen kampus yang telah dibangun 30 tahun lalu di Jakarta ini kebanyakan berasal dari timur tengah (Saudi, Mesir, Sudan, Syiria, dll). Jika di kampus lain para mahasiswa diwajibkan menyerahkan biaya kuliah kepada kampus, di kampus ini sebaliknya, mahasiswa malah disuruh untuk mengambil uang saku sebesar 100-200 riyal/bulan (sekitar 250-500ribu/bulan). Mahasiswa juga diberikan asrama secara cuma-cuma. Karena itu tidak heran jika proses seleksi masuknya sangat ketat.

Harapan bisa bahasa Arab kembali muncul. Tapi saya ragu, karena waktu itu syarat yang diminta cukup sulit, diantaranya: “Mampu berbahasa Arab lisan dan tulisan”. Dalam hati, “Ini kursus bahasa Arab, kok menyarakatkan pesertanya harus sudah bisa bahasa Arab?, kalau sudah bisa, kenapa harus kursus lagi?”.
Tapi tidak ada salahnya mencoba. Setelah mendapat izin dari Bapak, saya pun daftar. Saya tau, sebenarnya Bapak keberatan jika saya diterima nanti. Karena saya tidak bisa lagi bantu beliau secara penuh. Tapi Bapak merupakan orang yang sangat perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya, apalagi ilmu agama.
Saat tes seleksi pun tiba. Tes terbagi menjadi dua macam. tes tulis dan tes lisan. Saat daftar, saya sempat sedikit minder, karena rata-rata yang daftar adalah orang-orang yang sudah bisa bahasa Arab. Dari yang lulusan pesantren alumni gontor sampai bahkan mahasiswa sastra Arab. Diantara mereka pun, banyak yang sudah hafidz Al Qur’an. Berat juga memang saingannya. Lalu kami semua masuk kelas untuk tes tulis. Saat soal sudah di hadapan saya, saya bingung… “Ini bacanya gimana? Gundul semua… jangankan jawab, faham soal aja enggak?”. Rasa pesimis pun muncul, walaupun saya tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik. Kebanyakan soal ujian saya jawab secara gambling. Dari pada enggak di isi? Mending jawab, siapa tau betul. Karena sebagian besar soal berbentuk pilihan.
Saat asik-asiknya jawab soal secara ngasal, tiba-tiba datang seorang Ustadz LIPIA Aceh, yang belakangan saya tahu namanya Syekh Nadzir dari Sudan. Beliau sudah bisa berbahasa Indonesia, walaupun logat dan tata bahasanya kadang-kadang masih kurang pas. Beliau mengatakan bahwa, “…Yang diterima di kampus ini bukanlah yang nilainya bagus, tapi yang benar-benar ingin belajar bahasa Arab! Buat apa nilai bagus, tapi ketika sudah diterima, kuliahnya malas-malasan atau malah berhenti ditengah jalan”.

Senang sekali mendengar kata-kata itu. Kata-kata itu membangkitkan kembali semangat. Karena modal saya memang cuma itu: semangat dan kesungguhan untuk belajar untuk bisa bahasa Arab. Yes!… Rasa optimis naik lagi… saya memang belum bisa bahasa Arab sekarang, tapi saya benar-benar punya niat yang kuat untuk bisa! Berilah saya kesempatan ya syekh!. Kata-kata itu saya ucapkan saat tes lisan (wawancara). Hingga saat pengumuman… Alhamdulillah saya dinyatakan lulus.

Singkat cerita, kuliah pun berjalan dengan lancar. alhamdulillah lulus dengan predikat mumtaz selama 2 semester pertama.

***

Saat masuk semester 3, kegiatan usaha di Aceh selesai. Semua pegawai kembali ke kampungnya masingmasing pada Agustus 2010. Bapak kembali ke Jakarta. tinggal saya sendiri di Aceh. Kegiatan saya yang tadinya kuliah dan kerja sambilan menjadi tinggal kuliah tok. Melihat waktu luang yang cukup banyak, saya jadi ingin melanjutkan kuliah S2 tanpa melepaskan kuliah bahasa Arab yang sedang saya jalani. Saya berencana pindah ke LIPIA Jakarta dan mendaftar di Program Pascasarjana UI (Universitas Indonesia). Alhamdulillah, permohonan mutasi saya ke LIPIA Jakarta dikabulkan oleh mudir LIPIA Aceh yang berkebangsaan Arab Saudi, Syekh Rasyid. Saya pun segera pindah ke LIPIA Jakarta dan di saat yang sama, Alhamdulillah saya juga berhasil menjadi mahasiswa pascasarjana di UI.
Saat ini, tidak terasa sudah 2 tahun saya belajar bahasa Arab. Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan program i’dad lughawi di LIPIA dengan baik. Baru saja saya mengambil transkrip nilai akhir (natijah) di kampus LIPIA Jakarta, Alhamdulillah dapat predikat tertinggi: mumtaz. Yang mendapat nilai mumtaz, berhak melanjutkan ke level pendidikan selanjutnya (takmili) tanpa ujian. Dan Alhamdulillah juga, kuliah di LIPIA tidak mengganggu kuliah di kampus satu lagi, UI. Dari sini saya mengambil pelajaran penting, memang asalkan kita pandai mengatur waktu, insya Allah banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan baik. Karena kalau mau jujur, banyak sebenarnya waktu luang yang bisa dimanfaatkan.
Saya terharu. Rupanya mimpi bisa bahasa Arab yang tadinya saya kira tidak mungkin dicapai, akhirnya terwujud.

Jika ilmu keislaman adalah harta karun yang tersimpan di dalam brankas, maka bahasa Arab adalah kunci pembukanya, Jika ilmu keislaman adalah samudera, maka bahasa Arab adalah kapal untuk melayarinya Bermimpilah kawan, insya Allah, Dia akan memberi jalan, dengan jalan, yang kadang sedikit memutar.

Jakarta, 21 Januari 2012
Khalifah Muhammad Ali

Selasa, 12 Maret 2013

Apa Itu LIPIA Jakarta?



Apa itu LIPIA Jakarta?

LIPIA adalah kepanjangan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab. Nama resminya Jami`atul Imam Muhammad Ibnu Suud Al-Islamiyah, atau kalau istilah Inggrisnya, Al-Imam Muhammad Ibnu Suud Islamic University. Tapi di negeri kita lebih akrab disebut LIPIA saja. LIPIA merupakan cabang dari Universitas Muhammad Ibnu Su'ud yang berada di Riyadh Arab Saudi.

Awalnya ketika berdiri di tahun 1980, hanya merupakan sebuah ma'had, semacam lembaga kursus bahasa Arab. Namun pada tahun 1987, LIPIA secara resmi membuka program kuliah S-1 dengan fakultas tunggal yaitu Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab. Induk dari lembaga ini sebenarnya adalah sebuah Universitas Negeri di Riyadh Saudi Arabia, yang bernama Universitas Islam Al-Imam Muhammad Ibnu Suud. (http://www.imamu.edu.sa/)

Seluruh kurikulum mengacu kepada kurikulum dari Universitas di Riyadh, termasuk juga kitab-kitab berbahasa Arab yang digunakan dan juga tenaga pengajarnya. Selain berkebangsaan Saudi Arabia, ada juga yang datang dari Mesir, Sudan, Palestina, Jordan, Somalia, Iraq dan lainnya.

Umumnya mereka adalah Profesor dan Doktor yang sudah berpengalaman mengajar di berbagai Universias Islam terkemuka di dunia, seperti Al-Azhar Mesir dan lainnya.

Dan otomatis semua perkuliahan disampaikan dalam bahasa Arab yang fushah. Karena dosennya tidak bisa bahasa Indonesia. Dan semua literatur yang digunakan memang mengacu kepada literatur asli peninggalan emas para ulama di masa kejayaan Islam.

Namun untuk bisa masuk ke jenjang kuliah S-1, seorang calon mahasiswa disyaratkan telah lulus beberapa program sebelumnya, yaitu program persiapan bahasa (i'dad lughawi) dan persiapan Universitas (takmili).

Meski cuma program persiapan bahasa, namun bentuknya kuliah juga, sama nantinya dengan kuliah S-1. Program persiapan bahasa berjumlah 4 semester atau dua tahun. Perkuliahannya dimulai sejak jam 07.00 s/d 12.00, seminggu 5 hari kerja, dari hari Senin sampai hari Jumat.

Yang menarik, untuk bisa diterima di bangku kuliah persiapan bahasa, seorang calon mahasiswa harus bersaing dengan calon lainnya. Di zaman kami dulu, dari dua kelas yang tersedia, sekitar 80 kursi, jumlah yang memperebutkannya sampai 1.500-an orang. Itu pun harus antri sejak shubuh untuk sekedar bisa mendapat nomor pendaftaran.

Test yang dilakukan ada dua, test tertulis dan test lisan. Banyak yang gugur ketika mengikuti test tertulis, karena soalnya ternyata tidak tertulis melainkan suara kaset berbahasa Arab. Jadi telinga kita harus peka mendengarkan soal dibacakan dalam bahasa Arab lewat kaset itu. Lalu jawabanya baru kita isikan di lembar jawaban.

Maka berguguranlah ratusan calon mahasiswa. Yang lulus, namanya akan terpampang di dinding gedung LIPIA dan harus segera ikut test lisan.
Test lisan lebih gawat lagi. Satu orang calon mahasiwa 'dikeroyok' oleh dua sampai tiga orang Arab yang berjenggot, ditest hafalan Quran 2 juz yang diacak ayat-ayatnya. Lalu diminta membaca sebuah buku berbahasa Arab yang gundul alias tidak berharakat, setelah itu ditanya ini itu tentang apa yang kita baca barusan. Tentu saja ditanya pakai bahasa Arab dan menjawabnya pun pakai bahasa Arab pula.

Selesai tema isi buku, dosen-dosen Arab itu melanjutkan dengan'interogasi' tentang wawasan kita terhadap ilmu-ilmu agama, lagi-lagi pakai bahasa Arab. Maka pada test ini, banyak calon mahasiswa yang bermandi keringat, "Wah, kayak menghadapi malaikat Munkar dan Nakir", kata salah seorang teman sambil bercanda di waktu itu saking takutnya.

Sebenarnya pada dosen berkebangsaan Arab itu tidak galak atau killer, mereka sangat ramah dan tahu bahwa pengetahuan bahasa Arab kami pas-pasan. Mereka sering membantu untuk menjawab pertanyaan yang mereka buat sendiri. Tapi namanya mental sudah anjlog, banyak yang menyerah.

Tapi teman-teman yang lain banyak yang sudah punya persiapan, semacam bimbingan tes. Jadi semua soal yang biasanya digunakan sudah dilatih duluan, termasuk latihan test lisan itu. Jadi tidak sedikit yang ketika ditanya ini dan itu, mereka menjawab dengan santai, bahkan ada yang sambil bercanda dan tertawa-tawa. Wah, yang begini kayaknya pasti lulus. Sebab secara praktis, mereka sudah bisa ngobrol dengan orang Arab, pakai bercanda segala pula.

Lalu tibalah hari pengumuman, semua calon mahasiswa datang ke LIPIA dengan berdebar-debar. Kebanyakan mereka datang dari daerah, yang anak Jakarta paling dua atau tiga orang saja. Jadi pemandangannya menarik sekali. Banyak di antara mereka yang sudah sekalian membawa koper atau tas, seandainya tidak diterima, ya langsung pulang kampung.

"Suasananya persis suasana yaumul hisab", komentar seorang teman. Setiap orang deg-degan menunggu-nunggu apakah lolos keterima atau tidak. Lalu dari Syu'unit Tullab keluar pak Zaini membawa lembar pengumuman dan di tempat lagi di dinding gedung. Lalu terlihat pemandangan yang beraneka rupa, ada yang meloncat-loncat kegirangan, ada yang duduk lesu, ada langsung angkat tas menuju terminal, ada juga bengong saja.
Lokasinya di Jl. Buncit Raya No.05A Ragunan Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Kuliah di LIPIA

Kuliah di LIPIA memang kuliah yang intensif. Jam kuliah begitu padat, persis ketika kita sekolah di SMA dulu. Masuk jam 07.00 pagi dan pulang jam 12.00. Sehari 5 sessi, tiap sessi 50 menit. Jadi antara sesi satu dengan sessi lain, diberi jeda hanya 5 menit saja, sekedar memberi kesempatan para dosen berganti kelas.

Di kelas persiapan bahasa, materi kuliahnya memang terkonsentrasi pada penguasaan 4 sisi kemahiran berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Salah satu kelebihan program ini, yang mengajar memang orang Arab semua, sehingga taste (dzauq) bahasa Arab benar-benar terasa.
Banyak teman yang tadinya sudah merasa bisa bahasa Arab, ternyata salah dalam ta'bir dan harus diperbaiki. Karena sewaktu di pesantren dulu, guru mereka yang bukan orang Arab itu mengajarkannya keliru. Yah, namanya saja bukan orang Arab, tetap saja taste nya beda.

Satu yang menarik ketika kuliah di LIPIA, setiap mahasiswa diberi uang saku setiap bulan. Kalau mahasiswa program persiapan bahasa, uang sakunya hanya 100 real (kurs 1 real = Rp 2.500- Rp3.000). Tapi kalau program Persiapan Universitas dan Program S-1, uang sakunya lumayan, karena jumlahnya 2 kali lipat, yaitu 200 real.

Enak banget ya, sudah kuliah gratis, tanpa uang pendaftaran, uang gedung, sumbangan ini itu, lalu dibayar pula. Dan lebih dari semua itu, semua buku dan kitab juga dibagikan gratis. Cuma makan saja yang tidak gratis. Pantas saja peminatnya membludak. Dan seingat kami, seumur-umur kuliah di LIPIA, belum pernah membayar uang kuliah walau cuma seratus perak.
Ruang kelas ber-AC, perpustakaan luas, tiap hari masuk 'bioskop' alias laboratorium bahasa. Bahkan yang asalnya dari daerah, disediakan kos-kosan gratis.

Tapi disiplin yang ditegakkan juga ketat. Tiap ganti jam pelajaran, dosen akan mengabsen ulang. Wah, kayak anak SD. Tapi kalau dipikir-pikir, memang harus begitu menghadapi kebiasan bangsa kita yang terkenal tidak disiplin. Jumlah absen nanti akan mempengaruhi nilai mukafaah (uang saku) dan juga kalau melebihi 25% toleransi, bisa dihukum tidak bisa ikut ujian akhir. Akhirnya bisa tinggal kelas, atau malah DO sekalian.

Masuk Takmili
Lulus kuliah di persiapan bahasa (i'dad lughawi) adalah syarat untuk mendaftar ke program persiapan Universtias (takmili). Dan lulus dari program takmili adalah syarat untuk bisa mendaftar di program S-1 Fakultas Syariah.
Untuk masuk ke takmili, 'ritual' serupa harus dilakukan kembali. Tidak ada jaminan bagi lulusan i'dad lughawi untuk langsung diterima di takmili. Justru mereka akan diseleksi ulang. Test lagi secara tertulis dan secara lisan.
Kali ini titik tekannya adalah pada kekuatan sastra bahasa Arab dan sebagain dasar dari ilmu-ilmu keIslaman. Syaratnya hafal dua juz Al-Quran, mahir berbahasa Arab, menguasai dasar-dasar ilmu-ilmu syariah.
Di program takmili kita akan berkenalan dengan sekian banyak sastra arab, termasuk syi'ir jahili seperti Imru'ul Qais, hingga sastra Arab modern seperti Al-Manfaluthi dan jajarannya.

Payahnya, semua harus dihafal luar kepala dan diurai satu persatu. Dosen meminta kita maju ke depan untuk membacakan syair-syair itu yang terkadang jumlahnya bisa sampai 50 bait. Masih disuruh menjelaskan kata perkata, bait per bait dan kekuatan bahasa dari masing-masing ungkapan yang digunakan oleh penyair. Wah, tampang kami sudah mirip penyair semua.
Awalnya kami bingung, mau belajar agama kok malah disuruh menghafal syair, mending menghafal nasyid atau sekalian Al-Quran. Ternyata kita dilatih untuk menguasai bahasa Arab bukan hanya percakapan tapi juga kekuatan bahasa dan sastra. Konsiderannya, dua sumber agama Islam itu merupakan sastra yang indah dan level tinggi. Percuma bicara Islam atau sok jadi tokoh Islam tapi tidak mengerti kekuatan bahasa keduanya. Percuma kalau hanya sekedar baca terjemahan.

Maka makin semangatlah kami belajar menghafal syair jahili dan Islami sekaligus. Hingga lulus dan selesai selama 1 tahun penuh.

Masuk Fakultas Syariah

Setelah tiga tahun berturut-turut menyelam di persiapan bahasa dan persiapan universitas, akhirnya sampai juga di bagian yang paling susah. Bagian program S-1 yang mensyaratkan hafal 3 juz Quran dan kemampuan pemahanan ilmu syariah yang jauh lebih dalam.

Testnya tetap sama, yaitu test tulisan dulu baru kemudian test lisan. Hasilnya, yang berguguran cukup banyak yang masuk hanya beberapa orang saja satu kelas.

Di Fakultas Syariah, nyaris semua cabang ilmu keIslaman diajarkan. Ada mata kuliah Fiqih yang berjumlah40 SKS, sehingga setiap hari ada mata kuliah itu, sejak dari semester 1 sampai semester 8. Kitab yang dipakai adalah kitab fenomenal Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid karya Ibnu Rusyd Al-Hafid.

Ada mata kuliah Ushul Fiqih yang berjumlah32 SKS sehingga dalam seminggu ada 4 hari mata kuliah itu diajarkan. Kitabnya cukup bikin mumet, yaitu Raudhatun Nadhir

Ada juga mata kuliah Tafsir yang berjumlah20 SKS dan tiga hari seminggu diajarkan. Kitabnya adalah Fathul Qadir karya Asy-Syaukani.
Ada Hadits Ahkam jumlah SKS-nya sama Tafsir (20 SKS). Kitabnya adalah Subulus Salam karya Ash-Shan'ani. Kitab ini adalah syarah (penjelasan) dari kitab Bulughul Maram.

Masih juga ada mata kuliah Nahwu yang berjumlah 24 SKS. Kitabnya Audhahul Masalik yang merupakan syarah dari matan Alfiyah Ibnu Malik. Juga ada mata kuliah Al-Quran yang intinya tahsinut tilawah dan tahfidz. SKS-nya 12, targetnya sampai lulus S-1, kita menghafal 8 juz Al-Quran.

Selain itu juga ada mata kuliahQawaid Fiqhiyyah4 SKS, Faraidh8 SKS, Teks Sastra 4 SKS, Balaghah 2 SKS, Ushul Tarbiyah 2 SKS, Tarbiyah Islamiyah 2 SKS, Metodologi Mengajar 4, Ilmu Jiwa-Jiwa SKS, Riset 4 dan Kultur Islam 4 SKS.

Jadi totalnya 200 SKS. Lebih banyak dari umumya kuliah S-1 di negeri kita yang umumnya hanya sekitar 150-an SKS.

Lembaga pendidikan sebesar ini dan sebagus ini, ternyata bukan milik pemerintah Indonesia, tetapi milik Saudi Arabia. Hasil dari kesepakatan antara dua pemerintah. Lulusan dari LIPIA ini sekarang banyak yang terjun di dunia dakwah, mulai dari majelis taklim, pesantren, ma'had, penerbitan pers, pegawai negeri, dosen sampai ke kursi DPR.

Detail lebih jauh tentang lembaga ini sebenarnya bisa dibuka di situs mereka, yaitu www.lipia.org, walaupun belum selengkap yang kita harapkan. Banyak link yang mati, nampaknya situs ini tidak diurus dengan benar. Dan berita terkininya hari Rabu, 17-Mei-2006. Berarti sejak dua tahun yang lalu situs ini tidak diurus? Ittaqillah ya Syeikh

Kenapa Hanya Ada Satu LIPIA

Mengingat pentingnya lembaga pendidikan seperti LIPIA, muncul banyak permintaan, kenapa cuma ada satu LIPIA dengan jumlah kursi yang terbatas.
Jawabnya tentu kita kembalikan kepada pemerintah Saudi Arabia. Karena yang punya LIPIA bukan negara kita. Jadi terserah kepada mereka. Mungkin buat negara itu, cukuplah LIPIA satu saja di Indonesia. Sebab negara lain seperti Malaysia pun juga tidak ada LIPIA.

Konon hanya beberapa negara yang beruntung bisa ada kerjasama dengan pemerintah Saudi Arabia. Kalau tidak salah di Jepang (http://www.aii-t.org/e/main/index.htm), Washington, dan ada beberapa negara lagi.

Departemen Agama Membangun LIPIA?

Semoga ke depan model lembaga pendidikan seperti ini bukan hanya LIPIA milik pemerintah Kerajaan Saudi Arabia saja, tapi juga bisa diklonning oleh Departemen Agama RI dari segi kualitas dan integritas dan keseriusannya.
Mungkin ada yang bertanya, memangnya Departemen Agama RI punya duit?
Lho, Departemen Agama RI sangat punya uang berlebih untuk mendirikan lembaga seperti LIPIA. Bahkan sepuluh buah pun bisa dibangunnya. Asalkan duitnya tidak lari ke tempat-tempat yang tidak jelas, seperti yang selama ini terjadi. Pukul kasar saja, bagaimana mungkin seorang mantan Menteri Agama bisa mendekam di dalam hotel prodeo hingga hari ini, kalau bukan karena duit-duit tidak jelas dalam jumlah yang fantastis.

Lalu wajar dong kalau kita berpikir, Itu yang ketahuan, lalu yang tidak ketahuan? Logikanya lebih banyak lagi kan. Kalau semua itu dijalankan oleh orang jujur, kita bisa saja mendirikan universtias yang jauh lebih hebat dan lebih berkualitas dari LIPIA, bukan cuma gedungnya, tapi kualitas kurukulum, kulitas dosen dan kualias lulusannya.

Tapi kalau mau yang lebih fantastis, ada juga universitas yang swasta penuh, namun jauh lebih besar dan lebih punya nama ketimbang LIPIA, yaitu Al-Azhar di Mesir, kampus tempat si Fahri belajar. Suatu ketika nanti coba kita bahas di forum ini tentang the Amazing Al-Azhar. Insya Allah.

Program
·         I’dad lughowi (persiapan bahasa arab) 2 tahun
·         Takmily (standarisasi bahasa arab internasional) 1 tahun
·         Diploma (pendidikan bahasa arab) 1 tahun
·         Kuliah Syariah (S1) 4 tahun

Keunggulan
·         Full bahasa arab
·         Dosen dari Saudi, mesir, sudan, suria, yaman dll
·         Full beasiswa
·         Uang saku/bulan
·         Kitab-kitab gratis
·         Ruang berAC, lab bahasa, perpustakaan dll

Jurusan

Jurusan yang ada di LIPIA adalah:
  1. Jurusan Syari'ah: memberikan gelar Bachelor/Lc dalam bidang ilmu syar'iah. Masa belajar 4 (empat) tahun.
  2. Jurusan Persiapan Bahasa/I'dad Lughowi, terdiri dari empat level, lama pendidikan 2 tahun.
  3. Jurusan Takmily/pra Universitas, lama pendidikan dua semester.
  4. Jurusan Pendidikan Guru/Diploma, memberikan ijazah diploma umum dalam bidang metodologi pengajaran bahasa Arab bagi non Arab. Lama pendidikan dua semester.
Tujuan:
  1. Menyebarluaskan bahasa Arab
  2. Mendidik tenaga pengajar yang ahli dalam bidang pengajaran bahasa Arab bagi non Arab, serta membekali mereka dengan ilmu pengetahuan Islam
  3. Mengembangkan kurikulum bahasa Arab di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah di Indonesia.
  4. Memberikan bantuan kepada perguruan tinggi dan sekolah-sekolah berupa, teks book, buku-buku dan alat bantu/peraga.
  5. Menyiapkan tulisan-tulisan ilmiah tentang bahasa Arab praktis dalam pengajaran bahasa Arab.
  6. Mengadakan penataran bagi para guru bahasa Arab.
Sumber : Berbagai sumber di internet